Friday 10 May 2013

Anis Matta Sang Mu`asshil & Mutathwir

Oleh Mangaraja Halongonan Hrp*
Tulisan ini merupakan telaah terhadap tantangan dan hambatan yang dialami oleh fase-fase dakwah yang hendak berkembang. Islam setelah diteriakkan dan bendera dikibarkan tidak pernah henti-hentinya untuk dihina dan dicaci maki oleh musuh-musuhnya. Sebab itu penulis ingin bersama-sama pembaca menilik perjalanan dakwah melalui tulisan ini. 


Penulis mengatakan adalah orang yang masih lemah pemahamannya terhadap dakwah ini, karena dalam tulisan ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Namun saya hanya ingin mengetahui dan ingin belajar dan berbagi terhadap antum tentang tajribiyah (pengalaman) dakwah dari masa ke masa.  Yaitu tentang Visi dan Misi Dakwah Islamiyah ketika Rasulullah wafat. Penulis ingin menyampaikan kisah tentang Dakwah Khalifaurrasyidin (Abu Bakr dan Umar Bin Khattab), Kisah Dakwah Ikhwanul Muslimin (Hasan Al-Banna dan para sahabatnya) dan Kisah Dakwah Tarbiyah Hizbul Adalah Wassalamah (PKS di Indonesia).

A. Abu Bakr sang Mu’ashil (pemelihara orisinalitas dakwah) dan Umar Bin Khattab sang Mutathwir (pengembang dakwah)
Dua sahabat yang sangat mulia yaitu Abu Bakar Siddiq dan Umar Bin Khattab. Sahabat rasulullah yang beliau sebutkan dalam haditsnya “Seandainya Pahala 2 sahabatku ini (Abu Bakr dan Umar) ditimbang dengan pahala umatku sedunia niscaya tidak akan mampu untuk menandinginya”.

Ketika rasulullah dijemput sang khaliq untuk kembali kepangkuannya, umat islam merasakan kegoncangan, sedih, kecewa, putus asa antara percaya dan tidak percaya terhadap kondisi yang telah menimpa mereka. Para sahabat rasulullah ada yang sudah mulai berkelompok-kelompok sehingga antar satu kelompok dengan kelompok yang lain mulai berbeda atau tidak saling percaya. Namun diantara mereka masih ada beberapa sahabat yang pemahaman dakwahnya masih ta’shil (orisinal), sehingga mereka dengan giatnya untuk menyatukan umat islam kembali sebelum rasulullah dimakamkan, yaitu Sahabat Abu Bakar Assiddiq, Umar Bin Khattab dan Abu Ubaidah Aljarrah.

Singkatnya, terpilihlah sahabat Abu Bakar menjadi Khalifah pertama setelah rasulullah wafat. Kejadian ini sangat terasa sedih dan terpukul sekali bagi umat islam, dimana mereka kehilangan sosok rasul (teladan) bagi mereka, karena kejadian yang menimpa ini ada diantara para sahabat yang tidak mau lagi seutuhnya menjalankan syariat islam, ada yang tidak patuh pada khalifah terpilih, lalu diantara mereka ada yang membangkang. Apa yang terjadi seandainya permasalahan ini terus berlanjut, dibiarkan begitu saja sehingga dakwah mulai hilang, dan yang terjadi hanyalah peperangan antar umat islam. Sang khalifah Abu Bakar As-Siddiq tidak tinggal diam, dengan tegas beliau mengatakan kepada sahabatnya Umar Bin Khattab, perangi mereka yang tidak mau membayar zakat, hancurkan mereka yang mengaku sebagai nabi apalagi yang tidak patuh pada pemimpin. Sahabat Umar Bin Khattab terkejut mendengar perintah khalifah, lalu ia bertanya, “wahai khalifah, mereka itu adalah saudara kita, lantas kenapa mereka harus kita bunuh. Bukankah itu menyalahi aturan? Khalifah menjawab, “wahai Umar Bin Khattab, dimanakah keberanianmu yang dulu itu. Jikalau engkau tidak mau untuk memerangi mereka, hari ini selagi aku masih bisa menggenggam pedang ini dan menunggangi kuda maka aku sendiri yang akan turun untuk memerangi mereka sehingga tidak ada lagi fitnah dalam umat islam.” Sang khalifah yang begitu lembut, bisa menjadi tegas dan bijaksana, yang akhirnya umat islam kembali bersatu. Intinya perjuangan sahabat Abu Bakar adalah memperjuangkan tentang Ta’shil Dakwah (Orisinalitas Dakwah), keaslian dakwah. Sehingga umat islam itu tidak boleh bercerai berai, harus bersatu dalam menjalankan syariat islam permukaan bumi ini. Adapun masa kerja Khalifah Abu Bakar As Siddiq adalah 2 tahun 3 bulan dan semua program kerjanya yaitu memelihara orisinalitas dakwah berjalan dengan baik dan sempurna, dan pada saat ini umat islam telah menjadi wahdatul islamiyah (islam yang satu) dan ini ditandai dengan kebangkitan umat islam.

Lalu bagaimana dengan Khalifah Umar Bin Khattab? Setelah masa kerja khalifah umar bin khattab berjalan dengan sempurna, kepemimpinan Umar Bin Khattab ditandai dengan Masa Tathwir (pengembangan). Khalifah melanjutkan perjuangan yang dilakukan oleh rasulullah yaitu menyebarkan islam keberbagai penjuru sehingga islam bertumbuh dan berkembang dengan pesat, sampai mesjid al-aqsha direbut kembali umat islam setelah beribu tahun lamanya dikuasai oleh orang-orang yahudi. Dan perjuangan untuk merebut al-aqsha (alquds/tempat suci bagi umat islam) itu diraih dengan mudah tanpa peperangan sedikitpun, hanya melalui lobi dan negosiasi sehingga umar bin khattab dikagumi oleh orang-orang yahudi dan nasrani. Masa kerja Umar Bin Khattab selama menjadi khalifah 10 tahun dan puncak kejayaan islam terjadi pada masa Umar Bin Khattab, perjuangan beliau tidak lepas dari perjuangan yang telah didahului oleh khalifah abu bakar as-siddiq menuju wahdatul islamiyah.

Bila kita mencermati kepemimpinan khalifah Abu Bakr As-siddiq radhiyallahu’anhu  mencerminkan visi ta’shil (pemeliharaan orisinalitas), sedangkan kepemimpinan Khalifah Umar Radhiyallahu’anhu mencerminkan visi tathwir (pengembangan). Ta’shil dan Tathwir adalah sebuah wacana tentang Visi dan Misi Dakwah Islamiyah. Dan kejadian tersebut selalu berlaku setiap zamannya, dan disetiap zaman itu pasti ada yang memecahkan masalahnya.

B. Ikhwanul Muslimin (Hasan al-Hudaibi, Hamid Abun Nasr, Mustafa Masyhur, Sayyid Qutub dan Muhammad Qutub Sang Mu’ashil “pemelihara orisinalitas” dan Umar Tilmisani, Yusuf Qardhawi, Muhammad Al-Ghazali Sang Mutathwir “pengembang”)

Mari kita menilik kembali bagaimana peliknya gambaran dakwah Ikhwanul Muslimin yang pendirinya ialah Hasan Al-Banna. Pada suatu hari, saat penjara-penjara Mesir benar-benar berubah menjadi madzhabah (pejagalan) dalam arti harfiyah, seorang opsir membawa Mushtafa Masyhur muda bersama seorang anggota usrahnya yang tak hilang-hilang gemetar dan kengeriannya melihat penyiksaan yang diluar batas khayalan manusia. Ya Naqib (pimpinan grup), bagaimana nasib kita bila mereka lemparkan kita ke sarang srigala lapar atau lubang busuk tanpa kehidupan? Dengan mantap Mushtafa Masyhur menjawab: “Mereka dapat membuang kita ketempat manapun yang kita takuti, namun ketahuilah mereka takkan mampu membuang kita ketempat yang tak ada Allah.”

Kondisi para kader ikhwanul muslimin sangat mengkhawatirkan, karena pemimpinnya (Hasan Albanna) telah meninggal dibunuh, kemudian api fitnah disemburkan, tuduhan terhadap jamaah ini digencarkan sehingga para kadernya ikhwanul muslimin ada yang bertahan dan ada yang keluar dari jama’ah. Namun Hasan Al-Hudaibi, sebagai pemimpinnya tetap memberikan semangat kepada para kadernya, melakukan kunjungan, pro-aktif dalam menyatukan umat islam, sehingga jamaah ikhwanul tetap berlanjut. Masa kepemimpinan beliau bermacam fitnah digencarkan kepada jamaahnya,  jamaah ini diprovokasi terhadap jamaah islam lainnya, sehingga jamaah yang lain berbondong-bondong untuk mencaci maki jamaah ikhwanul muslimin. Karena provokasi tersebut banyak para kader yang tidak tahan dan ingin melakukan perlawanan kepada jamaah yang memfitnah ikhwanul muslimin, namun sang mursyid ‘am Hasan al-Hudaibi dengan tegas mengingatkan para kadernya Nahnu Duatun la Qudlah (Kami Dai, bukan Hakim). Setelah beliau Hamid Abun Nasr dan Syaikh Mushtafa Masyhur yang melanjutkan kepemimpinan ikhwanul muslimin. Namun kita lebih menarik untuk menceritakan kepemimpinan masa Syaikh Mustafa Masyhur, sebab rujukan tulisan ini adalah Fiqh Dakwah Jilid I.

Pada kepemimpinan beliau lagi-lagi Ikhwanul Muslimin kembali diuji tentang orisinalitas dakwahnya, yaitu tuduhan tentang ashalah dakwah dan modal untuk berdakwah. Tuduhan itu digencarkan oleh orang-orang yang benci terhadap gerakan ikhwanul muslimin, sangkin gencarnya tuduhan itu terbit disalah satu koran/media di Mesir yang bertajuk “Apakah Ikhwan dan para pemimpinnya hari ini telah menyimpang dari jalan yang ditempuh Assyahid Hasal Al-Banna rahimahullah)?” Mushtafa Masyhur menjawab: Nampaknya wallahu a‘lam ada kalangan yang karena tujuan-tujuan pribadi ingin menebarkan keraguan terhadap jamaah secara keseluruhan dan malu untuk terus terang menaburkan keraguan terhadap perjalanan Hasan Al-Banna agar tak nampak niatnya. Maka mereka katakan ikhwan hari ini telah menyimpang dari garis perjuangan Hasal Al-Banna. Dengan jawaban yang singkat dan padat ini gugurlah tuduhan untuk menjatuhkan ikhwanul muslimin dan pengikutnya. Kemudian tentang kemandirian modal, banyak kalangan yang benci dan ragu terhadap gerakan ikhwanul muslimin. Mereka meragukan kemandirian modal yang dimiliki ikhwanul muslimin, dari keraguan mereka diantaranya mengatakan, “Dari mana ikhwan membiayai dakwah ini. Suatu anggaran yang sangat besar yang orang-orang kaya saja tak mampu menanggungnya, terlebih orang-orang miskin? Syaikh Mushtafa Masyhur dengan tegas membuat tajuk Harta Bersumber Dari Kantung Para Dai saja. Inilah yang kemudian menjadi jargon dakwah yang sangat populer Shunduquna Juyubhuna (Brankas kita adalah kantung kita sendiri). dan ini pula yang ditulis oleh mursyid dan murabbinya sebelum  ia tulis risalah pergerakan ikhwanul muslimin.

Mereka kita sebut sebagai ta’shil dakwah (pemelihara orisinalitas dakwah), sebab karena langkah, kebijakan dan keistiqamahan mereka bersama dakwah membuat dakwah tersebut terus berlanjut hingga berkembang yang dilanjutkan oleh para generasinya.

Selanjutnya para tathwir (pengembang dakwah), yaitu Umar Tilmisani, Yusuf Qardhawi dan Muhammad Al-Ghazali. Mereka bergeliat berdakwah ke negara lain untuk menyebarkan murni ajaran islam keberbagai belahan saudi arabia. Seandainya mereka tetap bertahan di Mesir, maka dakwah akan mengalami stagnan atau tetap dan tidak akan berkembang. Dan mereka juga akan mengalami penyiksaan dari penguasa mesir dan penjajah inggris, sehingga dakwah wahdatul islamiyah akan terhenti sampai di Mesir. Namun dengan ijtihad syaikh Yusuf Qardhawi dan Muhammad Al-Ghazali yang luar biasa yaitu menyebarkan ajaran islam ke negara lain, akhirnya dakwah terus bertumbuh dan berkembang. Kelompok-kelompok ikhwanul muslimin semakin banyak bertumbuh dan berkembang di luar negara mesir. Mereka ini kita sebut sebagai tathwir (pengembang dakwah)

C. PK dan PKS di Indonesia (Nurmahmudi Ismail, Hidayat Nurwahid, Tifatul Sembiring “Sang Mu’ashil”, Luthfi Hasan Ishak dan Muhammad Anis Matta “Sang Tathwir”)

Ketika pertama kali Partai Keadilan dideklarasikan presiden pertamanya adalah Nurmahmudi Ismail, partai ini banyak mendapat simpatik dari khalayak masyarakat karena pendiri-pendiri partai, pemimpin-pemimpinnya dan kader-kadernya adalah anak-anak muda. Sejak Partai Keadilan dideklarasikan Tahun 1998 bersamaan dengan setelah reformasi, maka pada tahun 1999 Partai Keadilan mengikuti Pemilihan Umum. Namun pada saat itu para kader Partai Keadilan yang duduk dikursi parlemen belum mendominasi sehingga dalam membuat kebijakan para kadernya belum bisa mengusulkan kebijakan-kebijakan yang pro dengan rakyatnya. Menteri yang masuk dalam kabinet masih satu yaitu Pak Ir Nur Mahmudi Ismail,  setelah itu kepemimpinan partai dipimpin oleh Ustadz Dr.Hidayat Nurwahid.

Pada tahun 2003 Partai Keadilan berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera, sebab pada pemilu 2004 Partai Keadilan tidak bisa mengikuti pemilihan umum karena kurang electoral treeshold yang membuat PK tidak bisa ikut Pemilu. Akan tetapi, langkah para kadernya tidak terhenti walaupun tidak bisa ikut pemilu namun karena semangat muda yang menggelora mereka merubah Partai Keadilan menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang dipimpin sementara oleh ustadz Al-Muzammil Yusuf. Setelah Musyawarah Nasional I (Munas I) terpilih ustadz Dr.Hidayat Nurwahid menjadi presiden partai keadilan sejahtera. Pada tahun 2004 Ustadz Hidayat Nurwahid terpilih menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), dan digantikan oleh Ustadz Ir. Tifatul Sembiring. Dalam kepemimpinan ustadz Tifatul Sembiring banyak provokasi dan fitnahan kepadanya dan kepada partainya. Tuduhan dan fitnahan tersebut membuat sebagian para kadernya keluar dari jamaah karena mereka berpikir bahwa asholah dakwah tidak lagi sesuai jalurnya. Namun karena ketegasan dan ketegaran ustadz Tifatul jamaah dakwah ini tetap bertahan, kemudian kesolidan dan ukhuwah para kadernya sehingga menimbulkan rasa cinta untuk bersama-sama dalam menegakkan dakwah ilallah. Selain permasalahan juga timbul dari internal, permasalahan datang juga dari luar eksternal. Dimana menteri pertanian dari PKS yaitu Bapak Anton di fitnah dengan berbagai tuduhan sehingga kadernya merasa kecewa dan para simpatisan kader juga banyak yang mundur.

Begitulah tuduhan dan fitnahan yang mereka teriakkan kepada publik melalui media-media yang mereka miliki dan kuasai. Namun malah yang terjadi adalah sebaliknya, suara PKS tahun 2009 nomor urut 4 terbanyak setelah PD, PDIP, Golkar. Fitnahan dan tuduhan itu tidak mempunyai arti sendiri bagi PKS untuk menyudutkan dan menjatuhkannya walaupun mereka tidak memiliki media, koran atau sebagainya.

Kenapa mereka membenci PKS? Apa yang membuat mereka selalu ingin menjatuhkan PKS? Mungkin pertanyaan ini sudah terjawab dalam diri kita, karena tujuan PKS adalah Hadharah Islamiyah/ustadziyatul ‘alam (peradaban islam/peradaban dunia). Semoga fitnahan dan tuduhan tersebut terus berlanjut sehingga kader PKS selalu bersikap bersiap-siap dan bersemangat. Dan pada fase ini kita sebut mereka sebagai ta’shil (pemelihara orisinalitas) karena keistiqamahannya dalam dakwah keteguhan mereka membuat dakwah ini masih terus berlanjut dan berkembang hingga saat ini.

Kemudian, kita masuk pada masa kerja tathwir (pengembang) yaitu kepemimpinan ustadz Luthfi Hasan Ishak, dan ustadz Muhammad Anis Matta. Ustadz Tifatul Sembiring diangkat menjadi Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo), ustadz Luthfi diangkat menjadi presiden PKS dan setelah Musyawarah Nasional II dilaksanakan akhirnya yang terpilih ustadz Luthfi Hasan Ishak. Konsep kepemimpinan beliau menjadi partai terbuka, dimana orang yang beragama kristen, hindu, budha dan selainnya boleh bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera. Namun banyak kalangan, organisasi atau selainnya menghujat PKS, menghina dan ada sebagian mengatakan bahwa PKS tidak lagi islam. Namun semua itu bisa ditepis oleh sang kiyadah ustadz Luthfi Hasan Ishak. Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.

Dan pada tahun 2013 atau disebut sebagai tahun politik, Ustadz LHI difitnah dengan isu kasus suap impor daging sapi dan dituduh dengan bermain perempuan karena ahmad fathanah yang mengaku sebagai asistennya tertangkap bersama seorang wanita. Walaupun fitnahan dan tuduhan itu tidak pernah terbukti hingga saat ini, ustadz LHI masih saja ditahan oleh KPK. Bahkan karena isu terkait kasus suap impor daging tidak terbukti, isu yang kasus pencucian uang malah digencarkan di media. Ini adalah fitnahan dan tuduhan yang sangat menyakitkan bagi kader PKS. 

Setelah ustadz LHI ditetapkan sebagai tersangka, Ustadz Muhammad Anis Matta ditetapkan sebagai Presiden PKS. Fitnahan dan tuduhan ini adalah hal yang paling menyakitkan bagi ustadz Anis dan para kadernya. Karena isu ini bersamaan dengan pemilihan Gubernur Jawa Barat dan Pemilihan Gubernur Sumatera Utara yang kader PKS maju dalam pemilihan tersebut. Lawan politik mereka memanfaatkan momen ini untuk menjatuhkan calon yang maju dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara dengan kasus suap impor daging.

Anis Matta setelah menyampaikan orasi pertamanya dalam konferensi pers yang diadakan di Kantor DPP PKS sangat membangkitkan semangat dan gairah para kadernya untuk melakukan taubat nasional dan tetap bersatu dalam jamaah, meningkatkan persaudaraan, menumbuhkan cinta dalam berjamaah. Setelah ia berorasi, ia kembali melakukan safari dakwah ke Jawa Barat untuk memompa semangat para kadernya dalam memenangkan pemilihan Gubernur. Kemudian beliau melakukan safari dakwahnya ke Sumatera Utara, juga untuk memompa semangat para kadernya. Setelah itu beliau melakukan roadsahow dengan bertujuan untuk melakukan konsolidasi antara pengurus DPP dengan Pengurus DPW dan DPD dalam beberapa provinsi. Strategi beliau ini juga tidak lepas dalam hal ta’shil (pemeliharaan orisinalitas dakwah) dan tathwir (pengembangan dakwah) untuk memenangkan partai ini dalam event setiap pemilihan Gubernur dan pemilihan kepala daerah.

Presiden Muhammad Anis Matta belakangan ini sering disebut sebagai Soekarno Muda karena kepandaian dan kelihaiannya dalam menyampaikan orasi pidatonya. Dan ini sudah terbukti karena kedua calon gubernur telah dimenangkan oleh kadernya, dan beberapa kepala daerah sebab beliau berhasil membangunkan macan tidur PKS. Oleh karena itu, para pengamat, analisis dan media menyebutnya sebagai soekarno muda, ada yang mengatakan bagaikan matahari disiang hari, dan sebagainya. Yang akhirnya karena dengan bijaknya ia muncullah sebuah jargon yaitu Mission is Nothing Imposible. Puncak keberhasilannya dalam hal ta’shil dan tathwir adalah ia berhasil membuat  acara Rapimnas PKS dan Milad PKS di Lawung Sewu salah satu tempat mitos di daerah Jawa Tengah yang juga bertujuan untuk menembus mitos satu wilayah satu partai dalam hal memenangkan calon yang didukung oleh PKS dalam pemilihan gubernur Jawa Tengah. Banyak hal positif yang sangat menarik untuk dituliskan tentang kepribadian beliau baik sebelum menjadi presiden PKS maupun sesudah menjadi presiden Partai Keadilan Sejahtera. Oleh karena itu, sangatlah pantas sekali kita menyebutkan Ustadz Muhammad Anis Matta, L.c sebagai sang ta’shil dan sang tathwir di era dakwah masa kini.

Situasi dan kondisi antara masa Abu Bakr dan Umar Bin Khattab, Ikhwanul Muslimin dan PKS di Indonesia sangat jauh berbeda, namun ada persamaan antara tiga masa tersebut, yaitu dalam hal tsawabitnya. Tsawabitnya ialah dalam hal memperjuangkan akidah ilallah dan dakwah rasulullah. Karena dakwah bukan hanya tugas seorang rasul namun semuat umat islam. Dengan demikian, sewajarnya kita umat islam saling bergandengan tangan untuk mendukung Ustadz Muhammad Anis Matta mewujudkan peradaban islam di permukaan bumi ini sehingga tidak ada lagi fitnah yang tersebar diantara sesama umat manusia. []

Penulis:
Mangaraja Halongonan Hrp, S.Pdi (Sang Dhaif) | Kompasiana

No comments:

Post a Comment